Jumat, 17 Juni 2016

Alasan Hilangnya Kesadaran Diri Peserta Didik Untuk Ibadah di Bulan Ramadhan



Bulan ramadhan adalah bulan yang disebut-sebut sebagai bulan yang suci bagi umat muslim. Bulan ramdhan juga bulan yang sangat ditunggu-tunggu oleh seluruh umat muslim di dunia karena di dalam bulan ini banyak sekali berkah yang diberikan oleh Allah SWT. Tak heran jika dari mulai kalangan anak-anak, remaja bahkan orang tua muslim selalu menantikan bulan penuh berkah ini. Bagi anak-anak terutama peserta didik, datangnya bulan ramadhan memberi banyak rutinitas berbeda seperti kegiatan sahur, taraweh, pengisian buku ramadhan, tadarus al-quran, pesantren kilat hingga ngabuburit, mengisi waktu luang menunggu beduk maghrib tiba. Kegiatan-kegiatan seperti itu rutin dilakukan setiap bulan ramadhan. Hal itu juga yang membuat keunikan tersendiri dari bulan ramadhan.
Kegiatan menarik yang kerap dilakukan umat muslim disaat bulan ramadhan kini sedikit demi sedikit tidak diminati lagi terutama pada peserta didik. Hal ini terlihat dalam kegiatan-kegiatan pesantren kilat di sekolah sekarang ini yang mewajibkan siswanya hadir jika tidak mereka akan dikenakan denda bahkan tak luput sekolah mengancam para siswanya yang tidak mengikuti kegiatan tersebut tidak akan mendapat nilai bahkan tidak terancam tidak lulus. Begitu juga dengan pengisian rutin buku ramadhan, terkadang mereka malas untuk mengisi buku tersebut. Kegiatan tadarus al-quran pun yang selalu rutin dilakukan di musolah-musolah tempat tinggal mereka sekarang sepi akan suara para remaja. Padahal berbagai kegiatan tersebut dapat membentuk karakter islami pada diri peserta didik. Selain faktor malas, pesatnya kemajuan teknologi pada zaman sekarang ini tak hayal menjadi pemicu terjadinya hal tersebut.
Berkembang pesatnya media eletronik membuat semangat peserta didik menurun untuk mengikuti berbagai kegiatan bermanfaat yang dilakukan pada bulan ramadhan. Sebut saja smartphone yang tidak lagi menjadi barang mahal sehingga kaum ekonomi menengah hingga bawah pun sudah bisa memilikinya. Kecanggihan smartphone dari berbagai type dan kegunaan mampu membuat masyarakat jatuh cinta seketika. Smartphone tidak hanya dimiliki orang dewasa saja, kini barang canggih itu merambah ke kalangan anak-anak yang termasuk peserta didik. Sekarang tidak hanya anak sekolah menengah atas saja yang memilikinya, sekolah menengah pertama dan sekolah dasarpun sudah tidak asing dengan barang canggih itu. Bahkan, anak-anak kecil yang belum menginjak bangku sekolah kini sudah bisa memainkan barang canggih tersebut.
Kehadiran smartphone dan eletronik canggih lainnya menyeret peserta didik untuk menambah wawasan pengetahuan mereka. Namun disisi manfaat postif dari kehadiran barang tersebut juga ada sisi negatif penggunaannya yaitu kecanduan akan smartphone itu sendiri, mereka mampu berlama-lama memainkan smartphone tanpa menghiraukan orang lain disekitarnya sehingga mengakibatkan anak tersebuat menjadi kurang bergaul dengan lingkungan sekitar. Seperti halnya kegiatan tadarus al-quran yang dilakukan di musolah-musolah pada bulan ramadhan dan pesantren kilat di sekolah-sekolah. Selain daripada ibadah, kegiatan tersebut dapat menambah ilmu juga kegiatan-kegiatan tersebut membuat tali persaudaraan antar muslim lebih erat dan memperluas pertemanan. Mereka tidak akan fokus pada satu objek saja seperti ketika memainkan smartphone. Namun sayangnya, banyak dari mereka lebih memilih memainkan smartphone untuk mengakses facebook, twitter, bbm, whatsapp, phat ataupun berlama-lama nongkrong di warnet memainkan game online untuk mengisi waktu luang mereka menunggu berbuka puasa dibandingkan mengisi bulan ramadhan dengan berbagai kegiatan positif lainnya, sehingga faktor ini menimbulkan rasa malas terhadap diri peserta didik.
Sifat masa bodoh yang umumnya dimiliki oleh masyarakat juga menjadi alasan lainnya. Pada zaman sekarang, bentuk kepedulian terhadap sesama manusia sedikit demi sedikit menghilang. Seperti terlihat dalam kehidupan sehari-hari, misalnya kurang memberikan sedekah kepada orang yang tidak mampu, membiarkan saja ketika melihat orang tua kesusahan untuk menyebrang jalan raya, mengambil barang milik orang lain yang tidak sengaja ditemukan dan tidak berusaha mencari pemiliknya. Contoh hal sangat kecil lainnya yang selalu luput dari mata peserta didik ketika bulan ramadhan adalah tidak membantu ibu menyiapkan keperluan buka puasa untuk meringankan pekerjaannya. Berbagai contoh yang dikemukakan tersebut merupakan ibadah yang dipandang mata sangatlah sepele namun sekecil apapun kegiatannya jika itu termasuk ibadah maka akan mendapatkan pahala yang setimpal apalagi dilakukan di bulan yang penuh berkah dan ampunan ini. Kurangnya kesadaran diri pada diri peserta didik membuat bentuk kepedulian mulai terkikis dari diri mereka. Padahal, kepedulian menciptakan hubungan yang harmonis sesama manusia.
Menumbuh kembangkan kembali semangat peserta didik untuk mengikuti berbagai kegiatan ibadah baik di sekolah maupun di lingkungan tempat tinggal tak lepas dari peran orang tua. Peran orang tua menumbuh kembangkan nilai keislaman pada diri peserta didik adalah wajib dilakukan. Mirisnya, pada zaman sekarang ini tidak hanya mengaku mereka taat beribadah namun sangat disayangkan banyak orang tua yang membiarkan anaknya jauh dari pendidikan keagamaan sehingga tidak sesuai dengan karater orang tuanya. Orang tua tidak hanya sebagai fasilitator menumbuh kembangkan semangat beribadah peserta didik, tetapi juga sebagai motivator peserta didik untuk lebih tekun dalam beribadah, belajar sabar, takut kepada Allah, mendorong anak-anak mereka untuk berbuat kebaikan, memberitahu mereka manfaat dari ibadah yang mereka lakukan dan juga orang tua harus turut aktif mendukung kegiatan-kegiatan mereka yang bernilai positif. Dengan demikian, selain untuk mengisi keimanan dan ketaqwaan peserta didik, mereka juga menjadi semangat melakukan kegiatan-kegiatan positif di bulan ramadhan dan tentu saja bisa menghindari smartphone mereka untuk sementara waktu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar