Rabu, 11 Mei 2016

May Day, Menilik Nasib Buruh Indonesia




May Day yang jatuh pada tanggal 1 Mei setiap tahunnya itu sering kita sebut sebagai hari buruh internasional. Mendengar May Day dibenak kita akan terlintas penayangan-penayangan demo yang dilakukan oleh para buruh. Pada hari itu seluruh buruh di dunia akan terus memperjuangkan kesejahteraan dan hak-hak mereka. Buruh setiap tahunnya menuntut upah mereka naik secara signifikan. Mereka berfikir upah buruh tidak sepadan dengan jasa yang mereka berikan. Dengan demikian, apa artinya upah yang mereka hasilnya namun tidak mencukupi kebutuhan dasar mereka. Rendahnya upah buruh di Indonesia  termasuk kedalam terendah ke-2 di negara  ASEAN kecuali Kamboja.

Di zaman yang cepat berkembang ini membuat kebutuhan ekonomi penduduk meningkat, ditambahnya tanggungan menghidupi keluarga para pekerja itu sendiri mengakibatkan banyaknya pekerja yang tidak mampu untuk menhidupi keluarganya sendiri. Minimnya upah yang diterima oleh para buruh merupakan salah satu faktor banyaknya buruh yang tidak cukup dalam menghidupi dirinya dan keluarganya tersebut. Padahal Indonesia adalah negara yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA) dan memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang cukup banyak. Namun, mereka tidak bisa memanfaatkannya dengan baik serta melimpahnya penawaran tenaga kerja di Indonesia juga kurang diimbangi dengan pemberian upah yang memuaskan bagi tenaga kerja.

Melihat hal tersebut  pemerintah harus menyiapkan para pekerja dan harus memberikan sertifikasi agar SDM-nya berkualitas. Di era globalisasi ini, banyak orang Indonesia yang memilih bekerja di luar negeri, tapi mereka sudah malas untuk pulang ke Indonesia, karena memang tidak diperhatikan, karena menurut mereka bekerja di sana kehidupan mereka lebih sejahtera daripada bekerja di tanah air sendiri. Nasib buruh di ibaratkan “Bagaikan telur di ujung tanduk” artinya nasib buruh akan tetap terombang ambing tanpa memiliki keseimbangan hidup yang kuat. Jika demikian maka buruh akan selalu menjadi budak bagi para pengusaha. Banyaknya perusahaan yang mempraktekan sistem kerja outsourching (sistem kontrak) membuat buruh tertindas hal ini sama saja dengan praktek perbudakan modern. Dari kasus tersebut, pemerintah Indonesia seharusnya lebih meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) agar dan harus selalu berusaha memperbaiki nasib para pekerja di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar